Halaman

Selasa, 18 Oktober 2011

FUNGSI, KATEGORI, DAN MAKNA SINTAKTIS

Sebelum membahas jenis-jenis kalimat dilihat dari konteks komunikasi dan strukturnya, ada baiknya kita bahas dulu apa itu istilah fungsi, katagori, dan makna dalam kalimat, serta bagaimana mengenalinya.
A. Fungsi Sintaktis
Tiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaktis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintakstis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Disamping itu ada fungsi lain yaitu fungsi atributif (penjelas), koordinatif (penggabungan setara), dan subordinatif (penggabungan bertingkat).
1. Predikat (P)
Predikat dalam pandangan aliran struktural dianggap unsur yang paling penting dan merupakan inti kalimat. Predikat dalam bahasa Indonesia bisa berwujud kata atau frasa verbal, adjektival, nominal, numeral, dan preposisional.
Perhatikan beberapa contoh kalimat di bawah ini:
a. Yasmina duduk-duduk di ruang tamu.
b. Anda dan saya tidak harus pergi sekarang.
c. Letusan Gunung Merapi keras sekali.
d. Makanan itu mahal.
e. Ayah saya guru bahasa Indonesia.
f. Anda guru?
g. Anak kami tiga .
h. Peserta audisi itu puluhan ribu orang.
i. Dia dari Medan
j. Pak Nurdin ke Saudi.

Pada sepuluh kalimat di atas, terdapat bagian yang dicetak miring. Ada yang berbentuk kata maupun frasa (lebih dari satu kata). Kata atau frasa yang dicetak miring tersebut berfungsi sebagai predikat.
Kalimat a dan b adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori verbal, disebut kalimat verbal. Kalimat c dan d adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori adjektival, disebut kalimat adjektival. Kalimat e dan f adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori nominal, disebut kalimat nominal. Kalimat g dan h adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori numeral, disebut kalimat numeral. Kalimat i dan j adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori preposisional, disebut kalimat preposisional.


2. Subjek (S)
Disamping predikat, kalimat umumnya mempunyai unsur yang berfungsi sebagai subjek. Dalam pola kalimat bahasa Indonesia, subjek biasanya terletak sebelum predikat, kecuali jenis kalimat inversi. Subjek umumnya berwujud nomina, tetapi pada kalimat-kalimat tertentu, katagori lain bisa juga mengisi kedudukan subjek.
Pada sepuluh contoh kalimat di atas, kata atau frasa Yasmina, Anda dan saya, letusan Gunung Merapi, makanan itu, ayah saya, anak kami, peserta audisi itu, dia, dan Pak Nurdin berfungsi sebagai subjek. Subjek yang tidak berupa nomina, bisa ditemukan pada contoh kalimat seperti ini:
1. Merokok merupakan perbuatan mubazir.
2. Berwudlu atau bertayamum harus dilakukan sebelum sholat.
3. Tiga adalah sebuah angka.
4. Sakit bisa dialami semua orang.

3. Objek (O)
Objek bukan unsur wajib dalam kalimat. Keberadaanya umumnya terletak setelah predikat yang berkatagori verbal transitif. Objek pada kalimat aktif akan berubah menjadi subjek jika kalimatnya dipasifkan. Demikian pula, objek pada kalimat pasif akan menjadi subjek jika kalimatnya dijadikan kalimat aktif. Objek umumnya berkatagori nomina.
Berikut contoh objek dalam kalimat:
a. Dr. Ammar memanggil suster Ane.
b. Adik dibelikan ayah sebuah buku.
c. Kami telah memicarakan hal itu
Suster ane, ayah, sebuah buku, dan hal itu pada tiga kalimat di atas adalah contoh objek. Khusus pada kalimat b. Terdapat dua objek yaitu ayah (objek 1) dan sebuah buku (objek 2)

4. Pelengkap (PEL)
Pelengkap atau komplemen mirip dengan objek. Perbedaan pelengkap dengan objek adalah ketidakmampuannya menjadi subjek jika kalimatnya yang semula aktif dijadikan pasif. Perhatikan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di bawah ini. Kata-kata tersebut berfungsi sebagai pelengkap bukan objek.
Contoh:
a. Indonesia berdasarkan Pancasila
b. Ardi ingin selalu berbuat kebaikan
c. Kaki Cecep tersandung batu.

5. Keterangan (K)
Unsur kalimat yang tidak menduduki subjek, predidkat, objek, maupun pelengkap dapat diperkirakan menduduki fungsi keterangan. Berbeda dengan O dan PEL. yang pada kalimat selalu terletak dibelakang P, unsur yang berfungsi sebagai keterangan (K) bisa terletak di depan S atau P.
Contoh:
a. Di perpustakaan kami membaca buku itu.
b. Kami membaca buku itu di perpustakaan.
c. Kami /di perpustakaan/ membaca buku itu.
d. Tono mencabut paku dengan tang.
e. Dengan tang Tono mencabut paku.
f. Tono /dengan tang/ mencabut paku.
Pada enam kalimat di atas, tampak bahwa frasa di perpustakaan dan dengan tang yang berfungsi sebagai keterangan mampu ditempatkan di awal maupun di akhir. Khusus jika ditempatkan antara S dan P, cara membacanya (intonasi) harus diubah sedemikian rupa (terutama jeda) agar pemaknaan kalimat tidak keliru.
Dilihat dari bentuknya, keterangan pada sebuah kalimat bisa dikenali dari adanya penggunaan preposisi dan konjungsi (di, ke, dari, kepada, sehingga, supaya, dan sejenisnya.). Akan tetapi, tidak semua keterangan berciri demikian, ada pula keterangan yang berbentuk kata, seperti pada contoh berikut:
a. Kami telah mengengoknya kemarin.
b. Tiga tahun kami telah bekerja sama dengannya.

6. Analisis Fungsi dalam Kalimat
Secara struktural, fungsi unsur kalimat bisa dikenali dengan melihat karakteristiknya. Secara tradisional, fungsi unsur kalimat bisa didapat dengan menggunakan metode bertanya. Berbeda dengan pandangan struktural yang menempatkan predikat (P) sebagai unsur Inti dalam kalimat, pandangan kaum tradisional memandang subjek (S) sebagai pokok kalimat. Hal itu bisa dilihat dari cara aliran tatabahasa tradisional menganalisis fungsi kalimat yang selalu dimulai dari unsur S, P, kemudian O. Penetuan keterangan didasarkan pada logika, bukan ciri-ciri struktural (Ciri yang tampak).
Pencarian S dilakukan dengan menggunakan kata tanya apa atau siapa, disesuaikan dengan kalimat yang dianalisis. Jawaban pertanyaan tersebut adalah subjek. Setelah ditemukan S, kemudian dicari P dengan menggunakan pertanyaan bagaimana/ sedang apa + S. Untuk mencari O, digunakan pertanyaan S + P + apa/siapa.

Contoh:
Kami membaca buku di perpustakaan

Mencari Subjek (S)
Siapa yang membaca buku di perpustakaan? Kami.
Mencari Predikat (P)
Sedang apa kami? Membaca.
Mencari Objek (O)
Kami membaca apa? Buku.
Mencari Keterangan
Secara logika unsur di perpustakaan bisa dipahami sebagai keterangan, dalam hal ini keterangan yang menyatakan makna tempat.
Metode bertanya yang telah diterapkan pada contoh kalimat di atas menghasilkan kesimpulan bahwa dilihat dari fungsinya kalimat di atas berpola S P O K.

Kami membaca buku di perpustakaan.
S P O K



B. Kategori Sintaktis
Dalam ilmu bahasa, kata dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilakunya. Dengan kata lain, kata bisa dikelompokkan berdasarkan kategori sintaktisnya. Kategori sintaktis sering pula disebut kategori atau kelas kata.
Dalam bahasa Indonesia, kita memiliki empat kategori sintaktis utama: 1) verba atau kata kerja, 2) nomina atau kata benda, 3) adjektiva atau kata sifat, dan 4) adverbia atau kata keterangan. Disamping itu ada kelompok yang disebut kata tugas. Kata tugas ini mencakup preposisi atau kata depan, konjungtor, dan partikel.
Jika kelas kata tersebut menjadi unsur pusat pada frasa, maka penamaan frasa tersebut disesuaikan dengan kategori katanya, yaitu frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal,dan frasa preposisional (frasa depan). Sebutan yang sama terjadi jika kategori tersebut menjadi pengisi fungsi predikat dalam klausa, maka klausa tersebut akan diberinama klausa verbal, klausa adjektival, klausa nominal, dan klausa preposisional (klausa depan).

1) Verba
Verba adalah kelas kata yang memiliki makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat akan kualitas. Dilihat dari fungsinya, verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat dalam kalimat.
Sebagai inti predikat, secara sintaktis, verba ada yang transitif (menuntut kehadiran objek) ada pula yang intransitif (tidak diikuti objek).
Dilihat dari bentuknya, verba bisa berupa verba asal (Misal : datang, mandi, tidur), bisa pula berupa verba turunan (misal : mendarat, (mem)baca, bertemu, berjalan-jalan, campur tangan). Kata-kata berimbuhan me-, di-, ber-, ter-, -kan, dan -i adalah kata-kata yang berkategori verbal.

Contoh :
Saya tidak mengetahui soal itu.
Pikiran Anda itu sungguh bernilai
Bacalah buku sebaik-baiknya!
Ayah membelikan saya sebuah buku sintaksis.
Mereka telah menduduki jabatan itu selama dua periode.

2) Nomina
Nomina atau lebih sering disebut kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, benda, binatang, konsep atau pengertian ( sesuatu yang dibendakan). Secara sintaktis, nomina cenderung menduduki fungsi subjek (S), Objek (O), dan Pelengkap (PEL). Meskipun demikian, nomina bisa menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Mahasiswa wajib membaca buku.
Indonesia berdasarkan Pancasila
Saya guru.
Kata mahasiswa, Indonesia, dan saya adalah nomina yang berfungsi sebagai subjek. Kata buku adalah nomina yang berfungsi sebagai objek. Kata Pancasila adalah nomina yang berfungsi sebagai pelengkap. Kata guru adalah nomina yang berfungsi sebagai predikat.


3. Adjektiva
Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau keadaan nomina. Pada tataran frasa adjektiva akan berfungsi atributif jika digabungkan dengan nomina.
Contoh :
anak kecil beban berat tugas ringan
baju merah pemain ganda baju kotor

Pada tataran klausa atau kalimat, Adjektiva bisa berfungsi predikatif dan adverbial (keterangan)
Contoh :
a. Agaknya dia sudah mabuk. (predikatif)
b. Orang itu sakit. (predikatif)
c. Bajunya basah tersiram air. (predikatif)
d. Mereka bekerja dengan bangga. (adverbial)

Dilihat dari perilaku semantis (makna), adjektiva ada yang bertaraf dan ada yang tidak bertaraf. Adjektiva bertaraf adalah adjektiva yang menggambarkan sifat, ukuran, warna, waktu, jarak, sikap batin, dan keadaan yang berkaitan dengan pengideraan.
Adjektiva tak bertaraf adalah adjektiva yang dalam kelompoknya tidak dapat dideretkan berdasarkan tingkatan atau taraf. Misalnya kata abadi, buntu, ganda, tentu, sah, bundar bengkok, dll.

4) Adverbia
Dalam tataran frasa, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Pada tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaktis. Umumnya kata atau bagian kalimat yang dijelaskan itu berfungsi sebagai predikat.
Contoh:
a. Ia sangat mencintai istrinya.
b. Ia merokok hampir lima bungkus sehari.
c. Saya mau bertemu dengan beliau saja.
d. Anaknya baru satu.
Dari segi bentuk, adverbia ada yang tunggal (baru, saja, segera, paling, dll.), ada pula yang berupa gabungan (lagi pula, hanya saja, hampir selalu, hanya .... saja, bukan .... melainkan, tidak .... tetapi).

5) Kata Tugas
Kata Tugas adalah kata yang hanya memiliki makna gramatikal dan tidak memiliki makna leksikal. Dengan kata lain jenis kategori kata ini hanya bermakna jika telah dikaitkan dengan kata lain. Ada lima jenis kata tugas, yaitu : preposisi, konjungtor, interjeksi, artikula, dan partikel penegas.
Preposisi atau kata depan adalah kata yang menandai hubungan antara makna konstituen (unsur kalimat) di depan dan di belakangnya. Misalnya: akan, antara, bagi, dari, ke, di, sejak, dll.
Konjungtor / konjungsi atau kata sambung adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa. Contoh: dan, agar, dengan, sebab, oleh karena itu, baik .... maupun..., jangankan ....., ...pun..., dll.
Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati seperti kejijikan, kekesalan, kekaguman, dll. Secara struktual, interjeksi tidak bertalian dengan unsur kalimat lain.
Contoh:
Idih, Kau suka menggoda aku, ah!
Nah, ini dia yang aku cari!
Sialan, baru masuk kuliah sudah diberi tugas banyak sekali!

Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. Artikula ada yang menyatakan gelar (sang, sri, hang, dang), makna kelompok (para), dan membendakan (si).
Contoh :
Sang juara, Cris John, mendapat penghargaan dari pemerintah.
Hang Tuah pergi merantau menyebrangi Selat Malaka.
Dang Merdu adalah tokoh terkenal dalam hikayat melayu.
Para petani masih menggunakan pestisida.
Sri Paus belum berencana mengunjungi Sri Sultan.
Si kancil tidak lagi bisa mencuri.

Partikel penegas adalah satuan bahasa yang hanya berfungsi memberikan penegasan makna pada unsur bahasa yang diiringinya. Ada empat macam partikel, yaitu –lah, -kah,-tah, dan –pun. Partikel –lah, -kah,dan –tah bisa menjadi klitika (ditulis serangkai dengan kata yang diikutinya), sedangkan partiel –pun tidak.
Partikel –lah berfungsi memberi penegasan pada kalimat perintah. Partikel –pun berfungsi memberi penegasan pada kalimat berita. Partikel –kah, dan –tah berfungsi memberi penegasan pada kalimat tanya.

Contoh:
Duduklah di depan!
Siapa pun boleh duduk di depan.
Siapakah yang duduk di depan itu?
Apatah saya yang harus duduk di depan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar